Kita nggak mungkin lupa dengan sosok Bapak yang sudah tua, dengan rambut yang hampir seluruhnya beruban, perutnya yang buncit, janggut putihnya, baju merahnya dan sekantung karung penuh hadiah. Hmmm... bener.. itu adalah Santa Claus atau sering disebut Sinterklas. Bener nggak sih kalau Santa itu ada?
Gue baru baca artikel di majalah Reader's Digest Indonesia yang judulnya Ungkapan Kasih Lewat Santa Claus, menarik banget deh.. bahkan gue bacanya sambil tersenyum-senyum sendiri.. mengingat masa SD gue yang sangat penasaran dengan adanya seorang Santa Claus.
Artikel itu bercerita tentang seorang Ibu yang menyamar menjadi Santa Claus melalui surat. Si anak mengirimkan surat permohonannya, lalu Ibunya membalas dengan mengatasnamakan Santa Claus. Tapi pada akhirnya anak-anak mereka mengetahui hal tersebut, huehehhe..
Sisil, temen SD gue di Strada Van-Lith II, menunjukkan sepatu barunya ke gue dan teman-teman sekelas yang lain,
"Sepatu kita baru, lho.. mengkilap lagi!"
"Ihhh.. bagus banget.. pasti dibeliin mama kamu ya?"
"Bukan, ini hadiah dari Sinterklas."
"Hah? Sinterklas? Masa sih? Gimana caranya?"
"Gampang banget! Pas malam Natal kamu letakin kardus kosong dibawah pohon cemara, kalau kamu nggak punya pohon cemara kamu letakin aja di bawah pohon Natal. Terus, di kardus itu kamu tulis barang apa saja yang kamu minta, lalu kamu berdoa pada malamnya, supaya sinterklas ngasih hadiah yang kita minta. Besok paginya pasti kardus kamu sudah terisi.."
"Mmmpphhh... aku juga mau ahhh..", begitulah kalimat pertama yang terlintas di otak gue setelah mendengar cerita Sisil. Penasaran dong gue, kalau memang Sisil dapet, berarti Santa itu memang ada...
Pada malam Natal, gue melakukan hal yang persis Sisil ceritakan, sampai Bokap Nyokap gue nanya kardus itu mau gue apain, dan gue jelasin aja ke mereka tentang apa yang akan gue lakukan. Mereka hanya tersenyum.
Huahahahahaha.. gue masih inget banget kalimat-kalimat gue di surat itu:
"Sinterklas yang baik, Ruth mau sepatu roda dan sepatu mengkilat seperti Sisil. Nomor sepatuku --kalau nggak salah-- 34. Tapi jangan bawa Piet Hitam ke rumahku ya. Terima kasih Sinterklas."
Setelah gue meletakkan kardus itu di bawah pohon cemara yang ada di depan rumah gue, sebelum tidur gue berdoa, supaya Tuhan mengingatkan Sinterklas akan permintaan gue.
Malemnya gue deg-degan, ga bisa tidur, sedikit-sedikit ngintip ke jendela, pengen liat si Sinterklas buncit itu.. hahahahahaha.. tapi akhirnya gue tertidur juga.. dengan mimpi akan segera memiliki sepatu roda dan sepatu mengkilat.
Besok paginya, gue langsung menuju depan rumah gue, "kardusnya masih ada! Seneng deh lihatnya, pasti isinya ada hadiah-hadiah itu." Tapi....... kok kosong? Gue langsung nangis ke Bokap Nyokap, bilang ke mereka kalau ada yang ambil hadiah gue yang dari Sinterklas, huahahaha... konyol banget yaaa... Akhirnya gue bisa berhenti menangis setelah mereka menekankan kalau Sinterklas itu nggak ada, cuma ada di film-film saja, dan akhirnya gue percaya mereka.
Di artikel itu, gue jadi ngerti sekarang, mungkin mamanya Sisil melakukan hal yang sama seperti Ibu yang ada di cerita itu, makanya Sisil dapat hadiah. Huehehehehehe... Cuma entah gimana, gue percaya kalau Sinterklas itu ada, dan dia hanya --katanya-- memberikan hadiah kepada anak-anak baik, kalau anak nakal diangkut sama Piet Hitam, hehehehehehe... Cerita tentang Sinterklas, entah di televisi atau dimanapun selalu menarik buat gue.. Karena dia adalah sosok yang sangat membuat gue penasaran sampai sekarang.
Sinterklas dan Piet Hitam.... Seperti apa yaa aslinya? Umurnya sudah berapa? bla.. bla.. bla..
Kata temen gue, Sinterklas hidupnya di jaman baheula tapi legendanya masih tetap dan akan hidup sampai nanti.
Gimana menurut elo?
Wednesday, November 10, 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment